Ini Kata PLN Soal Pasar Karbon & PLTU Wajib Beli Kredit Karbon

Megahnya PLTU Paiton, Pembangkit Listrik Terbesar Se-Asia Tenggara

VP Transisi Energi dan Keberlanjutan PT PLN (Persero), Kamia Handayani, mengapresiasi upaya pemerintah dan pemangku kebijakan yang telah membuka pasar karbon RI untuk pelaku usaha internasional.

Pasar karbon RI yang perdagangannya dilakukan di bawa IDXCarbon awal pekan lalu, Senin (20/1/2025), secara resmi membuka perdagangan internasional, setelah sebelumnya beroperasi terbatas secara domestik sejak tahun akhir September 2023.

Kamia mengungkapkan ada 1,7 juta ton CO2 ekuivalen sertifikasi pengurangan emisi (SPE) milik PLN yang akan dijual ke offtaker Luar Negeri dan telah diotorisasi.

“Karena akan diklaim pihak luar, gak bisa di klaim kita,” terang Kamia dalam CNBC Indonesia Sustainability Forum 2025, Jumat (31/1/2025).

Lebih lanjut, kebijakan pemberian alokasi kredit karbon 1,7 juta ton CO2 ekuivalen tersebut sesuai dengan SPE di bursa karbon milik PLN atas hasil dari proyek bersih yang digencarkan oleh perusahaan selama ini.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan saat ini tantangan utama berasal dari sisi permintaan (demand), di mana saat ini kondisi perdagangan mayoritas masih dilakukan secara sukarela dan hanya sejumlah sektor usaha saja yang diwajibkan.

PLTU Wajib Beli Kredit Karbon

Kamia menjelaskan sektor ketenagalistrikan merupakan salah satu merupakan salah satu sektor yang wajib melakukan perdagangan karbon, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mayoritas di Indonesia diperoleh dari pembakaran batu bara.

“PLTU wajib melakukan perdagangan karbon,” tegas Kamia.

Meski demikian, kewajiban tersebut harus juga mengikuti sejumlah ketentuan yang berlaku. Secara spesifik, Kamia menjelaskan pemerintah akan memberikan kuota batas maksimal emisi yang boleh dihasilkan oleh PLTU dalam melakukan operasinya untuk membangkitkan listrik.

Apabila PLTU telah melewati batas kuota yang dimiliki, maka PLTU wajib mengganti emisi tersebut baik lewat pembelian kredit karbon di bursa karbon (carbon trading) atau melakukan sejumlah kegiatan untuk mengimbangi emisi karbon (offset), seperti penanaman tumbuhan.

“kalau PLTU sifatnya mandatory kalau melebihi kuota emisi harus offset lewat perdagangan karbon, sub sektor lain belum ada kewajiban,” terang Kamia.

Terkait bursa karbon yang sudah dibuka untuk pasar internasional, Kamia berharap ada mekanisme yang harus dirampungkan agar terbentuk mutual recognition dan kredibilitas SPE yang dikeluarkan pelaku bisnis domestik dapat diakui secara internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*