Ribuan pekerja Starbucks di tiga kota besar AS, yakni Los Angeles, Chicago, dan Seattle, melakukan aksi mogok kerja pada Jumat (20/12/2024) sebagai bentuk protes terhadap kondisi kerja yang mereka anggap tidak adil. Serikat pekerja yang mewakili mereka, Starbucks Workers United, mengancam aksi ini akan meluas ke lebih banyak gerai di seluruh negeri hingga Selasa mendatang, di tengah periode belanja Natal yang sibuk.
Aksi mogok ini merupakan puncak dari ketegangan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan. Para pekerja menuntut peningkatan upah dan perbaikan kondisi kerja, setelah negosiasi panjang yang menurut serikat pekerja tidak membuahkan hasil.
“Tidak ada yang ingin mogok. Ini adalah upaya terakhir, tetapi Starbucks telah mengingkari janji kepada ribuan barista dan meninggalkan kami tanpa pilihan,” ujar Fatemeh Alhadjaboodi, seorang barista dari Texas, dalam rilis pers serikat pekerja, sebagaimana dilansir AFP.
Serikat pekerja menyatakan bahwa aksi ini akan terus meluas setiap hari hingga Selasa jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Pemogokan ini terjadi di saat yang sulit bagi Starbucks. Perusahaan sedang berjuang menghadapi penurunan penjualan di pasar-pasar utama. Pendapatan kuartalannya secara global turun 3% menjadi US$9 miliar.
Untuk menghadapi tantangan ini, Brian Niccol, mantan CEO Chipotle, ditunjuk sebagai pemimpin baru Starbucks pada September dengan paket kompensasi yang dilaporkan mencapai US$113 juta. Namun, langkah ini menuai kritik dari serikat pekerja.
“Pada bulan September, Brian Niccol menjadi CEO dengan paket kompensasi yang bernilai setidaknya US$113 juta, ribuan kali lipat dari gaji rata-rata barista,” ujar Michelle Eisen, anggota serikat, dalam pernyataan resmi.
Serikat pekerja mengeklaim bahwa Starbucks telah mengabaikan tuntutan mereka selama berbulan-bulan dan kini mereka siap menunjukkan konsekuensi dari sikap tersebut.
“Kami menolak menerima nol investasi langsung untuk upah barista dan tanpa penyelesaian dari ratusan praktik ketenagakerjaan yang tidak adil,” tegas Lynne Fox, presiden Workers United.
“Barista yang tergabung dalam serikat tahu nilai mereka, dan mereka tidak akan menerima proposal yang tidak memperlakukan mereka sebagai mitra sejati.”
Pemogokan ini bukan satu-satunya aksi buruh besar yang terjadi menjelang Natal. Perusahaan raksasa e-commerce, Amazon, juga menghadapi pemogokan serupa yang semakin menambah tekanan di momen belanja paling sibuk tahun ini..
Dengan semakin tingginya tekanan kerja di musim liburan, mereka menuntut perhatian lebih dari perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kompensasi yang layak atas kontribusi mereka.
“Pekerja harus diprioritaskan, terutama di saat perusahaan terus meraup keuntungan besar,” ujar seorang pengamat ketenagakerjaan.
Aksi mogok ini diharapkan memberikan dampak besar pada operasional Starbucks, sekaligus menjadi momen penting dalam pergerakan buruh di industri ritel Amerika Serikat.
Respons Starbucks
Starbucks menyalahkan Workers United, dengan mengatakan bahwa delegasinya “mengakhiri sesi perundingan kami minggu ini sebelum waktunya.”
“Sangat mengecewakan mereka tidak kembali ke meja perundingan mengingat kemajuan yang telah kami buat sejauh ini,” perusahaan itu mengatakan kepada AFP melalui email.
Ditambahkannya, perusahaan itu menawarkan “gaji rata-rata yang kompetitif lebih dari US$18 per jam”, dan tunjangan yang mencakup asuransi kesehatan, cuti keluarga berbayar, hibah saham perusahaan, dan biaya kuliah gratis bagi karyawan.
“Kami siap melanjutkan negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Kami ingin serikat pekerja kembali ke meja perundingan,” kata perusahaan itu.