Harga emas dunia menunjukkan pergerakan yang cukup fluktuatif selama pekan ini, dengan sejumlah katalis yang memengaruhi pergerakan logam mulia ini. Usai libur Natal dan menjelang libur Tahun Baru, sentimen pasar didominasi oleh dinamika geopolitik, kekhawatiran inflasi, serta pergerakan dolar AS dan imbal hasil obligasi.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Kamis (26/12/2024), harga emas dunia mencatat kenaikan sebesar 0,8% menjadi US$2.634,09 per troy ons. Namun, sehari kemudian, pada Jumat (27/12/2024), harga emas terkoreksi tipis sebesar 0,13% ke angka US$2.630,55 per troy ons.
Sepanjang pekan ini, harga emas sempat menunjukkan volatilitas yang tajam, terutama pada Selasa (24/12/2024), saat ditutup di level US$2.613,20 per troy ons. Dibandingkan posisi tertingginya pada awal Desember di US$2.717,93 per troy ons, emas masih berada dalam tren melemah akibat tekanan dari kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penguatan indeks dolar.
Dilansir dari Reuters, imbal hasil obligasi AS saat ini berada di dekat level tertingginya dalam delapan bulan terakhir, menekan daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil. Indeks dolar AS juga menguat untuk minggu keempat berturut-turut, menambah tekanan pada logam mulia ini.
Namun, di tengah tekanan tersebut, sejumlah sentimen positif masih menopang harga emas. Konflik geopolitik, seperti ketegangan di Ukraina dan Timur Tengah, kembali meningkatkan permintaan aset safe haven. Selain itu, spekulasi pasar atas kebijakan fiskal Presiden AS terpilih, Donald Trump, yang akan memulai masa jabatannya pada Januari 2025, memicu kekhawatiran akan potensi inflasi yang lebih tinggi di masa depan.
Zain Vawda, analis pasar dari OANDA, mencatat bahwa investor saat ini lebih memfokuskan pandangan ke prospek jangka panjang. “Tren sideways yang terlihat saat ini terutama disebabkan oleh likuiditas yang rendah, tetapi faktor geopolitik dan pembelian emas oleh bank sentral tetap menjadi katalis utama yang akan menopang harga emas di 2025,” ujarnya.
Sementara itu, data terbaru dari SPDR Gold Trust menunjukkan bahwa kepemilikan emas di ETF terbesar dunia ini turun sebesar 0,03% pada Jumat (27/12/2024), mencerminkan kehati-hatian investor di tengah liburan. Namun, para analis tetap optimis bahwa tren positif emas dapat kembali terangkat oleh peningkatan ketegangan geopolitik dan kebijakan moneter yang lebih akomodatif pada tahun depan.
Dengan harga emas yang telah melonjak 28% sepanjang 2024, logam mulia ini diproyeksikan akan terus menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari perlindungan dari ketidakpastian global dan inflasi. Beberapa analis bahkan memperkirakan emas dapat menembus level US$3.000 per troy ons pada pertengahan 2025, seiring dengan penguatan sentimen safe haven dan dukungan dari bank sentral.